[just write] Epilog of Q&A - Belaga "Hollywood"
Oleh : Maman Suherman
Acara malam ini mengingatkan, di segala era saya harus selalu berusaha percaya.
Sejatinya jurnalis tahu dan semestinya sangat tahu, membedakan antara katanya dan nyatanya.
Membedakan opini yang bebas dengan fakta yang sakral, menyajikan kabar setelah menjalankan disiplin verifikasi dengan semangat yang sangat skeptis terhadap segala data dan informasi yang disodorkan narasumber.
Lalu kerap manusia melupakan, jika ia hidup dan hanya tenggelam oleh ilusi suatu pencapaian.
Sehingga ada yang merasa cukup dan sangat cukup jika orang lain bisa berdecak kagum.
Tetapi ada juga yang mengambil jalan ala superhero, berjuang di jalan sunyi.
Bagi Gundala, tokoh ciptaan Hasmi, yang memilih menjadi kawan bagi si lemah, musuh bagi para pencoleng tanpa harus menepuk dada dan memamerkan wajahnya dengan jumawa.
Ia berbuat baik saja, seraya menyembunyikan wajah aslinya.
Begitulah meka rupa manusia.
Karena setiap orang melihat dunia dengan kacamata pikirannya masing-masing, yang memahami dan membuat keputusan dengan berpijak pada kerangka tafsir yang dimilikinya.
Tinggal saja yang perlu dilakukan manusia, adalah memilih tempatnya di dalam dunia.
Apakah akan menjadi aktor yang menggelapkan, atau menjadi aktor kehidupan yang membawa terang dan kebaikan.
Sebagai penutup, teringat ucapan seorang filsuf.
"Karena hidup tak bermakna, manusia harus memaknainya dengan karya."
Dan karya terbaik manusia itu yang mengangkat kita ke level yang lebih tinggi.
Karena begitu banyak nilai terkandung di dalam karyanya yang bisa diambil dan diterapkan untuk mewujudkan hidup bersama yang semakin jujur dan semakin bijak.
Dan yang pasti, karya akan berbicara dengan sendirinya.
Tidak perlu dipuji sendiri, tidak usah dibela sendiri.
Dan karya itu nyata dan nyatanya, bukan semata kata dan katanya.
Acara malam ini mengingatkan, di segala era saya harus selalu berusaha percaya.
Sejatinya jurnalis tahu dan semestinya sangat tahu, membedakan antara katanya dan nyatanya.
Membedakan opini yang bebas dengan fakta yang sakral, menyajikan kabar setelah menjalankan disiplin verifikasi dengan semangat yang sangat skeptis terhadap segala data dan informasi yang disodorkan narasumber.
Lalu kerap manusia melupakan, jika ia hidup dan hanya tenggelam oleh ilusi suatu pencapaian.
Sehingga ada yang merasa cukup dan sangat cukup jika orang lain bisa berdecak kagum.
Tetapi ada juga yang mengambil jalan ala superhero, berjuang di jalan sunyi.
Bagi Gundala, tokoh ciptaan Hasmi, yang memilih menjadi kawan bagi si lemah, musuh bagi para pencoleng tanpa harus menepuk dada dan memamerkan wajahnya dengan jumawa.
Ia berbuat baik saja, seraya menyembunyikan wajah aslinya.
Begitulah meka rupa manusia.
Karena setiap orang melihat dunia dengan kacamata pikirannya masing-masing, yang memahami dan membuat keputusan dengan berpijak pada kerangka tafsir yang dimilikinya.
Tinggal saja yang perlu dilakukan manusia, adalah memilih tempatnya di dalam dunia.
Apakah akan menjadi aktor yang menggelapkan, atau menjadi aktor kehidupan yang membawa terang dan kebaikan.
Sebagai penutup, teringat ucapan seorang filsuf.
"Karena hidup tak bermakna, manusia harus memaknainya dengan karya."
Dan karya terbaik manusia itu yang mengangkat kita ke level yang lebih tinggi.
Karena begitu banyak nilai terkandung di dalam karyanya yang bisa diambil dan diterapkan untuk mewujudkan hidup bersama yang semakin jujur dan semakin bijak.
Dan yang pasti, karya akan berbicara dengan sendirinya.
Tidak perlu dipuji sendiri, tidak usah dibela sendiri.
Dan karya itu nyata dan nyatanya, bukan semata kata dan katanya.
Komentar
Posting Komentar